Jakarta -Kondisi ekonomi tahun depan diprediksi masih
kurang begitu kondusif. Lembaga riset properti, Pusat Studi Properti
Indonesia (PSPI) melihat, pasar properti di tahun 2016 akan mulai
bangkit di tengah masih kurang kondusifnya kondisi ekonomi nasional.
Pasar properti menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit, bahkan tidak akan terpengaruh dengan gonjang-ganjing ekonomi saat ini yang salah satunya diwarnai oleh kebijakan ekonomi Bank Sentral Amerika Serikat dengan rencana kenaikan suku bunga acuannya yakni Fed Rate.
"The fed menaikkan suku bunga, paling akan membuat rupiah misalnya menjadi Rp 14.000 per dolar AS, tapi tidak akan berdampak pada industri properti, terutama harga properti yang di bawah Rp 1 miliar," ujar dia dalam paparan risetnya yang dikutip detikFinance, Senin (14/12/2015).
Pertumbuhan ini bisa terjadi karena berbagai infrastruktur yang dibangun Pemerintah saat ini mulai bisa dirasakan hasilnya tahun depan. Selain itu, berbagai stimulus ekonomi tahun depan terkait industri properti pun bakal mulai bisa dirasakan dampaknya.
"Kebijakan pelonggaran kredit properti melalui LTV (Loan to Value) dari Bank Indonesia yang diumumkan pada Juli 2015, baru akan terasa di 2016," kata dia.
Pelonggaran LTV yang dimaksud berupa penurunan batas uang muka yang wajib dibayarkan konsumen dalam pengajuan kredit dalam hal ini Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Rencananya, untuk kepemilikan rumah pertama, besaran LTV dinaikkan dari 80% menjadi 90% sehingga besaran uang muka atau down payment (DP) yang harus ditanggung konsumen turun dari sebelumnya sekitar 20%-30% menjadi hanya 10% saja.
Serta masih banyak stimulus ekonomi lain yang diberikan Pemerintah untuk mendongkrak daya beli mesayarakat terhadap unit hunian.
Namun demikian menurutnya pertumbuhan tentu tidak terjadi di semua kelas harga properti yang ditawarkan. Ia mengatakan, pasar properti di tahun 2016 akan lebih banyak bergerak di segmen menengah bawah.
Hal ini mengingat kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah lebih banyak menyasar mereka yang secara kemampuan ekonomi masih terbatas namun benar-benar membutuhkan rumah tinggal.
"Pasar perumahan menengah bawah yang harganya kurang dari Rp 600 juta akan tumbuh 8-10%. Apartemen kelas menengah yang harganya kurang dari Rp 1 miliar akan tumbuh 10-12%. Sedangkan perumahan dan apartemen segmen atas masih akan stagnan," pungkas dia.
Pasar properti menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit, bahkan tidak akan terpengaruh dengan gonjang-ganjing ekonomi saat ini yang salah satunya diwarnai oleh kebijakan ekonomi Bank Sentral Amerika Serikat dengan rencana kenaikan suku bunga acuannya yakni Fed Rate.
"The fed menaikkan suku bunga, paling akan membuat rupiah misalnya menjadi Rp 14.000 per dolar AS, tapi tidak akan berdampak pada industri properti, terutama harga properti yang di bawah Rp 1 miliar," ujar dia dalam paparan risetnya yang dikutip detikFinance, Senin (14/12/2015).
Pertumbuhan ini bisa terjadi karena berbagai infrastruktur yang dibangun Pemerintah saat ini mulai bisa dirasakan hasilnya tahun depan. Selain itu, berbagai stimulus ekonomi tahun depan terkait industri properti pun bakal mulai bisa dirasakan dampaknya.
"Kebijakan pelonggaran kredit properti melalui LTV (Loan to Value) dari Bank Indonesia yang diumumkan pada Juli 2015, baru akan terasa di 2016," kata dia.
Pelonggaran LTV yang dimaksud berupa penurunan batas uang muka yang wajib dibayarkan konsumen dalam pengajuan kredit dalam hal ini Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Rencananya, untuk kepemilikan rumah pertama, besaran LTV dinaikkan dari 80% menjadi 90% sehingga besaran uang muka atau down payment (DP) yang harus ditanggung konsumen turun dari sebelumnya sekitar 20%-30% menjadi hanya 10% saja.
Serta masih banyak stimulus ekonomi lain yang diberikan Pemerintah untuk mendongkrak daya beli mesayarakat terhadap unit hunian.
Namun demikian menurutnya pertumbuhan tentu tidak terjadi di semua kelas harga properti yang ditawarkan. Ia mengatakan, pasar properti di tahun 2016 akan lebih banyak bergerak di segmen menengah bawah.
Hal ini mengingat kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah lebih banyak menyasar mereka yang secara kemampuan ekonomi masih terbatas namun benar-benar membutuhkan rumah tinggal.
"Pasar perumahan menengah bawah yang harganya kurang dari Rp 600 juta akan tumbuh 8-10%. Apartemen kelas menengah yang harganya kurang dari Rp 1 miliar akan tumbuh 10-12%. Sedangkan perumahan dan apartemen segmen atas masih akan stagnan," pungkas dia.
Sumber : detik.com
0 komentar:
Posting Komentar