Rabu, 23 Desember 2015

Broker Properti Diminta Harus Bisa Penuhi 3 Syarat Ini

Liputan6.com, Jakarta - Menjelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEA), broker properti Indonesia harus berbenah. Jika tidak, bisa saja pasar properti Tanah Air dikuasai broker properti asing yang lebih profesional.

Sumber foto: bisnis.news.viva.co.id
Demikian penuturan Hartono Sarwono, Ketua Umum AREBI (Asosiasi Real Estat Broker Indonesia) kepada RumahDotcom, Senin (14/12/2015).

“Saat ini, banyak broker properti kita yang belum profesional. Mereka menjadikan broker properti sebagai pekerjaan sampingan. Umumnya mereka adalah ibu rumah tangga atau berprofesi di bidang lain,” kata Hartono.

Guna mencetak broker profesional, maka dibentuklah AREBI pada 1992, imbuh Hartono. “AREBI dibentuk dengan kesadaran bahwa broker properti harus punya tiga hal: keahlian, profesionalisme, dan etika,” ujarnya.

Menurutnya, bisnis broker adalah bisnis kepercayaan. Jadi, transaksi yang dilakukan harus didasari informasi yang benar.

Hartono mengakui, saat ini banyak broker memasang iklan (listing) dengan informasi yang tidak akurat, bahkan sengaja dibuat untuk memancing calon konsumen menghubungi mereka kemudian di broker menawarkan listing mereka yang lain.

“Hal ini tidak boleh lagi terjadi. Di Singapura, broker properti yang memberi informasi yang tidak benar dalam listingnya bisa dituntut!” tukas Hartono. “Di sini, hal semacam itu belum terjadi.”
Etika lain yang kerap dilanggar oleh broker, katanya, adalah mengiklankan listing properti yang sebelumnya telah diiklankan broker lain.

“Hal inilah yang menyebabkan kualitas listing—terutama listing online—rendah. Broker sebagian menyembunyikan listing mereka karena takut disabot broker lain,” kata Hartono.

Dia memaparkan, agar broker properti profesional, ada beberapa persyaratan: pertama, dalam menjalankan profesi harus taat peraturan perundang-undangan yang berlaku. Regulasi ini dibuat pada dasarnya untuk melindungi hak para broker.

“Tanpa perundang-undangan, dunia broker properti seperti hukum rimba. Hal ini tentu akan menghancurkan bisnis broker dan merugikan konsumen,” ungkap Hartono.

Sebagai contoh, perusahaan perantara perdagangan diharuskan memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan Perantara Perdagangan Properti (SIU-P4) yang telah diundangkan oleh Menteri Perdagangan dan akan segera ditertibkan.

Syarat kedua, adalah standar profesi. Broker properti profesional harus punya standar profesi yang dibuktikan dengan sertifikat.

“Saat ini sudah ada 2.800 member broker yang mengikuti training sertifikasi. Diharapkan, broker lain segera mengikuti,” kata Hartono yang berharap Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Broker Properti bisa beroperasi pada awal 2016.

“Broker profesional harus punya kode etik. Tanpa kode etik, akan seperti hukum rimba. Broker juga harus taat hukum, membayar pajak, memenuhi standar profesi, berkomitmen dengan kejujuran, saling menghormati sesama rekan seprofesi dan developer,” pungkas Hartono.(Nrm)


0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2015-2016 Property Van Java | Designed With By Elegance Templates | Distributed By PROPERTY VAN JAVA
Scroll To Top